KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah Seminar Biologi dengan judul “Pengenalan Penyakit Filariasis”.
Selain itu penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah Seminar Biologi ini yaitu Dra. Masdiana Sinambela, Msi.
Adapun yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah seperti pengertian penyakit filariasis, penyebab penyakit
filariasis, cara penularan penyakit filariasis,gejala dari penyakit filariasis
dan bagaimana cara mencegah dan mengobati penyakit filariasisi.
Penulis menyadari bahwa dalam
makalah tidak luput dari banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saran
dan kritik sangat penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa bersama kita.
Medan,
5 mei 2014
Mustika
Sari tumangger
Nim
: 4122141011
DAFTAR
ISI
Halaman
Kata
Pengantar i
Daftar
Isi ii
Daftar
Gambar iii
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.1
Latar Belakang 1
BAB II ISI 2
2.1 Definisi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis
atau Elephantiasis) 2
2.2 Penyebab Penyakit Filariasis 3
2.3 Cara Penularan
Filariasis 4
2.4 Gejala dan Tanda-tanda Penyakit
Filariasis 6
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Kaki
Gajah 6
2.6 Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan
Rehabilitasi Filariasis 7
BAB
III PENUTUP 9
3.1 simpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
2.1 Manusia terkena penyakit filariasis 2
Gambar 2.2 Mikrofilaria
Wuchereria bancrofti (A), Brugia malayi (B),
Brugia timori (C) 4
Gambar
2.3. Siklus penularan filariasis Wuchereria bancofti 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filariasis
atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi
cacing filaria.
Penyakit
kaki gajah disebabkan oleh cacing dari kelompok nematoda, yaitu Wucheraria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Ketiga jenis cacing tersebut
menyebabkan penyakit kaki gajah dengan cara penularan dan gejala klinis, serta
pengobatan yang sama. Cacing betina akan menghasilkan (melahirkan) larva,
disebut mikrofilaria, yang akan bermigrasi kedalam sistem peredaran darah.
Penyakit kaki gajah terutama disebabkan karena adanya cacing dewasa yang hidup
di saluran getah bening. Cacing tersebut akan merusak saluran getah bening yang
mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik sehingga
menyebabkan pembengkakan pada tungkai dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan
hidup selama 5 – 7 tahun di dalam kelenjar getah bening. Penyakit ini merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia.
BAB
II
ISI
2.1.
Definisi Penyakit Kaki Gajah
(Filariasis atau Elephantiasis)
Penyakit
Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular
yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis
nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika
sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut.
Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23
spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres.
Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Di
Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan
laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa
di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang
endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium,
melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %,
berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100
juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya
tersebar luas.
Gambar 2.1 Orang terkena penyakit filariasis
(sumber: hhtp//www.filariasis.org)
Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi
penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat
mengganggu aktifitas sehari-hari.
Penyakit
Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO,
urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia
Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak
pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).
2.2. Penyebab penyakit filariasis
Penyakit ini disebabkan
oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria
Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan
hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan
dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing
(microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
1.
Wuchereria bancrofti.
Cacing
dewasa jantan dan betina hidup di saluran kalenjar limfe, bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65 – 100 mm x
0,25 mm dan cacing jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 - 8 mikron. Mikrofilaria
ini hidup didalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu tertentu
saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria W. bancrofti
bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam
tepi pada waktu malam.
2. Brugia malayi
dan Brugia timori.
Cacing dewasa berbentuk silindrik
seperti benang, berwarna putih kekuningan. Pada ujung anteriornya terdapat
mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papila 2 buah, baris luar 4 buah dan
baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus,
vulva mempunyai alur tranfersal dan langsung berhubungan dengan vagina
membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar
dan bagian ujugnya terdapat papila 3-4 buah, dan dibelakang anus terdapat sepotong
papila.
(A)
(B) (C)
Gambar 2.2 Mikrofilaria Wuchereria
bancrofti (A), Brugia malayi (B), dan Brugia timori (C).
(Sumber : Juni Prianto L.A. dkk., 1999)
(Sumber : Juni Prianto L.A. dkk., 1999)
2.3. Cara Penularan
Filariasis
Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu
saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini
itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai
bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk pembawa mikrofilaria itu
lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut.
Bersama aliran darah, larva keluar dari
pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Uniknya, cacing terdeteksi dalam
darah tepi pada malam hari, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh. Selain
manusia, untuk brugia malayi, sumber penularan penyakit juga bisa binatang
liar, seperti kera dan kucing (hospes reservoir).
Setelah dewasa, cacing menyumbat
pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan.
Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar.
”Di tubuh manusia cacing itu menumpang makan dan hidup.Ketika menyumbat
pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak
bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak,
mengakibatkan pembesaran tangan.
Gambar 2.3. Siklus penularan filariasis Wuchereria bancofti
(sumber: hhtp//www.filariasis.org)
Siklus
Penularan Filariasis
1. Tahap perkembangan dalam tubuh
nyamuk ( vektor ).:
·
Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita
(mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk
dalam lambung nyamuk.
·
Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas
selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju ke rongga badan dan
selanjutnya ke jaringan otot thoraks.
·
Dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (LI) berkembang
menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi stadium
III (L3) yang efektif.
·
Waktu perkembangan dari L1 menjadi L3 disebut masa inkubasi
ektrinsik, untuk spesies Wuchereria bancrofti antara 10-14 hr, Brugia malayi
dan Brugia timori 7-10 hr. 5. St. LIII bergerak ke proboscis ( alat tusuk)
nyamuk dan akan dipindahkan ke manusia pada saat nyamuk menggit.
·
Mikrofilaria didalam
tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembang biak
(cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan berulang kali utk terjadinya
infeksi.
2.
Tahap perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara ( hospes reservoir )
:
·
Didalam tubuh manusia cacing Wuchereria akan menuju
sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.
·
Melalui kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yg
beredar dalam darah. Secara periodik seekor cacing betina akan mengeluarkan
sekitar 50.000 larva setiap hari.
·
Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan
mikrofilaria W.bancrofti selama 9 bln dan B.malayi, B.timori selama 3 bulan di
tubuh manusia.
·
Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan
reservoar ( lutung dan kucing).
2.4. Gejala dan Tanda-tanda
Penyakit Filariasis
Gejala Filariais Akut dapat berupa:
·
Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang
bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
·
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah
lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
·
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung
(retrograde lymphangitis)
·
Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan
kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
·
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang
terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema).
2.5. Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Kaki Gajah
Gold
Standard untuk sebagian besar penyakit akibat infeksi parasit ialah menemukan
parasit tersebut baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Dalam kasus filariasis,
parasit berupa cacing dewasa hampir tidak mungkin ditemukan secara utuh karena
terletak di dalam pembuluh limfe yang dalam dan berkelok-kelok. Karenanya
diagnosis filariasis ditegakkan dengan penemuan mikrofilaria di darah tepi. Selain
di darah tepi, mikrofilaria dapat pula ditemukan di cairan hidrokel, atau
kadang-kadang di cairan tubuh lainnya. Cairan ini dapat diperiksa secara
mikroskopis secara langsung atau disaring dulu konsentrasi parasit sudah mampu
melewati filter pori silindris polikarbonat (ukuran pori sekitar 3 µm). Bisa
juga cairan disentrifugasi dengan 2% formalin (teknik Knott) baru kemudian
dapat dideteksi parasit mikrofilaria secara spesifik dan sensitif.
Yang
tak boleh lupa ketika mengamati parasit ini, sediaan mesti diambil menurut
perkiraan periodisitas sesuai spesies dan hospesnya. Biasanya untuk W.bancrofti
sediaan diambil dari darah ketika malam hari, atau lazim dikenal sediaan darah
malam. Meski demikian, tak jarang pula orang yang diperkirakan memiliki
diagnosis filariasis ternyata tidak ditemukan mikrofilaria satu pun di darah tepinya.
Untuk
diagnosis yang praktis dan cepat, sampai saat ini di samping sediaan darah
malam ialah menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik
assay. Kedua pemeriksaan praktis ini mampu mendeteksi antigen dari mikrofilaria
dan atau cacing dewasa dari darah tepi sehingga memiliki spesifisitas mendekati
100% dan sensitivitas antara 96 hingga 100%. Sayangnya, tes cepat ini hanya
tersedia untuk spesies W.bancrofti, sementara belum ada tes yang adekuat untuk
mikrofilaria Brugia.
Jika
pasien sudah terdeteksi diduga kuat telah mengalami filariasis limfatik,
penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pergerakan cacing dewasa di
tali sperma pria atau di kelenjar mammae wanita. Hampir 80% penderita
filariasis limfatik pria mengalami pergerakan cacing dewasa di tali spermanya.
Fenomena ini sering dikenal dengan filaria dance sign. Di luar metode di atas,
terdapat pula teknik-teknik lain yang lebih spesifik namun biasanya hanya
digunakan untuk penelitian, yakni PCR, deteksi serum IgE dan eosinofil, serta
penggunaan limfoscintigrafi untuk mendeteksi pelebaran dan liku-liku pembuluh
limfe
2.6.
Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan
Rehabilitasi Filariasis
1. Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan
filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak
dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi
dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti
nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian
berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis
(DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di
daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu
saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
2. Upaya Pengobatan Filariasis
Pengobatan
filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh
mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini,
DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk
filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat
badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan
Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga
muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi dan
Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam
waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis
tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun.
Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat
lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik
semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap
nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping
yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC Upaya Rehabilitasi Filariasis
Penderita
filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi
mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang
membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang
membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Adapun
yang dapat penulis simpulkan berdasarkan hasil penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Filariasis adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan
oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap.
2. Penyakit ini disebabkan oleh 3
spesies cacing filaria yang menginfeksi Manusia yaitu :
·
Wuchereria Bancrofti,
·
Brugia Timori,
·
Brugia Malayi.
3. Cara penularannya yaitu Penyakit ini
ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular
sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke
orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghipas darah
orang tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, http://penyembuhan-Penyakit Filariasis.blogspot.com/2013/05/obat-tradisional.html
A. Aziz Alimul H. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Drs. H. Syaifuddin, B.Ac. 1997. Anatomi
Fisiologi. EGC : Jakarta
http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran.
macam-macam penyakit . diakses tanggal 20 Maret 2014
LAMPIRAN
1.
Penanya : Salmon
Qinsa Silalahi
Pertanyaan : Apa fungsi kelenjar limpa?
Jawab : Sistem saluran limfa berhubungan erat dengan system
sirkulasi darah. Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan
melalui vena. Sebagian cairan yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui
saluran limfa yang merembes dalam ruang-ruang jaringan.sirkulasi limfa
berfungsi mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi
darah, membawa emulsi lemak dari usus ke sirkulasi darah, menyaring dan
menghancurkan mikroorganisme dari tempat masuknya kedalam jaringan ke bagian
lain dalam tubuh,pertahanan terhadap bibit penyakit, dapat menghasilkan
leukosit.
2.
Penanya :
Ruhmiati
Pertanyaan : Mengapa dalam pencegahan penyakit filariasis ini
mengutamakan pemberantasan nyamuk?
Jawab : Karena nyamuk merupakan vector
utama dalam penularan penyakit filariasis ini dari hospes reservoirnya, jadi
jika jumlah vektornya berkurang secara otomatis penularan penyakit ini dapat
berkurang juga.